Rabu, 09 Desember 2009

RBT : Harapan dan Kenyataan

“Your RBT is who you are” tulisan yang diusung Sony Ericsson ini menghiasi setengah halaman salah satu media cetak negeri ini. Ternyata tidak hanya operator dan pihak label serta artis saja yang memanfaatkan RBT (Ring Back Tone) untuk meraup keuntungan, vendor ponsel pun ikut ambil bagian. Layaknya yang dilakukan Sony Ericcson, salah satu produsen pesawat telepon seluler terbesar kedua di dunia ini berusaha menarik calon pembeli dengan menawarkan kemudahan akses RBT di semua tipe ponsel keluaran mereka.

Fenomena RBT di Indonesia

Kehadiran RBT (atau nada tunggu yang berisi lagu) menghiasi panggung telekomunikasi di Indonesia sudah sekitar lima tahun, dan menjadi sangat fenomenal dalam dua tahun terakhir ini. Jutaan orang rela membayar biaya aktivasi dan langganan untuk sebuah lagu yang hanya akan dinikmati orang lain yang melakukan sambungan telepon ke orang tersebut. Kualitas suara yang pas-pas an dan lagu yang tidak full track pun tidak menjadi bahan pertimbangan bagi para pemesan RBT.

Banyak pihak yang meraup rupiah dari bisnis RBT ini, mereka adalah operator, label, penyanyi dan pencipta lagu. Salah satu operator seluler di Indonesia pun menyatakan bahwa prospek bisnis RBT ini masih sangat bagus dan menguntungkan. Namun beberapa pihak mengaku pesimis dan beranggapan bahwa RBT hanyalah tren sesaat yang akan bisa lenyap tanpa dapat diprediksi terlebih dahulu. Pasalnya, di negara lain hal itu memang benar-benar terjadi. Bahkan di negara-negara maju, RBT dan sejenisnya sudah lama ditinggalkan.

Siapa yang diuntungkan?

Sekilas, biaya aktivasi dan langganan yang berkisar di angka Rp. 9.000/lagu selama satu bulan bukanlah angka rupiah yang mahal. Tetapi, jika angka tersebut dikalikan dengan jumlah pengakses layanan RBT yang mencapai puluhan juta orang, tentu triliunan rupiah pun tersedot dalam bisnis layanan yang satu ini.

Tentu saja, operator selaku penyedia layanan menjadi pihak yang paling diuntungkan dengan mendapat porsi sekitar 70-80% per lagu. Alasan sebagai pemilik network pun dilontarkan para operator agar mendapat restu pembagian prosentase keuntungan tersebut. Sedangkan bagi provider content, mereka mendapat jatah maximal 30%. Itupun masih harus dibagi-bagi ke pihak label,penyanyi dan pencipta lagu.

Pihak penyanyi yang mendapat bagian tidak lebih dari 5% pun masih mengaku sangat diuntungkan. Penyanyi lagu bergenre reggae yang ngetop dengan lagunya “Tak Gendong”, Mbah Surip, mengaku mampu mengantongi RP 82 Miliar hanya dari penjualan lagunya melalui RBT yang memang lagunya menduduki peringkat utama RBT beberapa operator seluler di Indonesia. Dan tentunya angka rupiah yang lebih besar pun diraup para pihak operator.

RBT dan Industri Musik Indonesia

Dalam kancah indutri musik Indonesia, fenomena RBT ternyata membawa angin segar di tengah lesunya penjualan kaset dan CD. Meski hanya mendapat jatah 10-20% dari penjualan, pihak label pun tetap mengaku diuntungkan. Para musisi pun merasa karyanya lebih dihargai di tengah maraknya aksi pembajakan. Karena pada kenyataannya, RBT tidak dapat dibajak. Masalah pembajakan ini memang sudah sangat lazim di Indonesia. Dari satu lagu asli, ternyata ada sembilan versi bajakannya. Tak heran, para penyanyi pun berbondong-bondong mendaftarkan lagu mereka untuk dijadikan RBT. Bahkan, hanya dengan satu buah single lagu, sudah bisa mengantarkan artis menjadi miliarder tanpa harus repot-repot membuat full track album.

Kalangan industri mengaku tidak dapat memprediksi apakah RBT ini akan dapat dijadikan pegangan untuk menyelamatkan industri musik Indonesia. Pasalnya, beberapa pihak menyebut RBT hanya sebagai tren. Lantas, ketika tren itu ditinggalkn masyarakat, bagaimana dengan nasib industri musik Indonesia?.(ll)

Leave a Reply

 
 

Link List

Recent Comments

Followers

About Me

Prb dan Ll adalah pengrus dari blog ini. Saat ini prb kuliah di STTN-BATAN dan ll kuliah di ITTelkom.